Pilih Provinsi
Demografi | Ekonomi | Wisata | KBI
Provinsi Sumatera Barat secara geografis terletak antara 0,45 LU dan 3,30 LS serta antara 98,36 dan 101,53 BT. Daerah ini diapit oleh Samudera Indonesia serta empat provinsi lain, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Bengkulu. Provinsi Sumatera Barat terdiri dari 12 Kabupaten dan 7 kota dengan luas daratan sekitar 42.229,64 km2. Jumlah penduduk Propinsi Sumatera Barat pada tahun 2004 sebanyak 4.528.242 jiwa. Berdasarkan data Kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Barat, jumlah penduduk terbanyak terdapat di kota Padang, yaitu 784.740 jiwa dan terendah di kota Padang Panjang, yaitu 44.699 jiwa. Masyarakat Sumatera Barat sebagian besar terdiri dari suku Minangkabau dan penyandang budaya serta adat Minangkabau. Dalam bidang budaya, sinergi antara nilai-nilai adat dan agama, serta dengan nilai-nilai modern yang universal yang dilandasi oleh ilmu dan teknologi yang dikenal dengan ungkapan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Motto Sumatera Barat adalah "Tuah Sakato" yang berarti sepakat untuk melaksanakan hasil mufakat/musyawarah. |
Kunjungan pertama hari ini adalah ke Lubang Jepang di Taman Panorama, tempat yang bisa melihat Ngarai Sianok dengan jelas. Di bawah terlihat sungai tetapi dengan aliran air yang kecil. Dulu katanya sungai itu bisa dilewati perahu dan lebih menarik karena pengunjung bisa menyusuri ngarai. Tebing yang menjulang 90 derajat itu memang layak dikagumi keindahannya. Di kejauhan tampak Koto Gadang, ada jalan setapak menuju ke sana, tapi tentu kami berpikir 10X untuk menyusur jalan itu.
Di atas di tempat kami masuk ada tempat semacam gazebo untuk menikmati keindahan panorama, mungkin karena itu disebut taman panorama. Di sebelah kanan pintu masuk turun ke bawah, terdapat Lubang Jepang. Tampak peta yang menunjukkan lorong-lorong yang ada di dalam gua. Gua itu tampak terawat dengan 128 anak tangga dan pengaman semen di seputar lorong dan lampu neon. Sedangkan di beberapa tempat sengaja dibuat asli tanpa semen. Lorong-lorong itu memang cukup panjang dan di dalam terasa dingin, tidak sumpek, karena mempunyai beberapa lorong yang menuju ke luar.
Kami sengaja meminta seorang pemandu mendampingi kami untuk mengetahui lebih banyak tentang gua ini. Hanya kayaknya lumayan mahal Rp. 30.000 untuk hanya kurang dari 1 jam. Gua ini mulai dibangun saat Jepang masuk, awalnya dibangun hingga 1,5 km menembus hingga Benteng Fort De Kock dan Jam Gadang tetapi sekarang Cuma 750m. Banyak sekali romusha atau para pekerja yang dipaksa untuk membuat lubang persembunyian ini dan tak ada yang tahu berapa yang mati. Menurut cerita pemandu, para romusha itu berasal kebanyakan dari Jawa. Di lubang itu ada tempat untuk memenjarakan romusha yang tak mau bekerja atau sakit, ada juga lubang yang ke arah Ngarai Sianok untuk membuang para romusha yang mati.
Cukup capek juga kami menyusuri lorong yang ternyata ke depannya akan dibuat diorama dan musium geologi. Selanjutnya kami naik dan menikmati pemandangan ngarai. Banyak penjual cinderamata dan lukisan. Di ujung paling kanan ada menara untuk lebih jelas melihat ngarai, ditemani monyet-monyet yang menanti uluran kacang turis.
Gua ini ditemukan tahun 1946 pada masa-masa perang kemerdekaan. Tahun 1986 mulai dijadikan tempat wisata dan diresmikan oleh Mendikbud kala itu, Fuad Hassan.
Segera kami melanjutkan ke Benteng Fort De Kock, tiket per-orang adalah Rp. 8000 sekalian masuk ke Kebun Binatang. Di dalam ada Rumah Gadang sebagai musium yang ternyata harus bayar lagi Rp. 1000. Untuk masuk ke Kebun Binatang melewati jembatan gantung yang cukup unik. Yang paling menarik bagi kami tentu Rumah Gadang yang dijadikan musium, Pengunjung bisa melihat sejarah Minangkabau, asal-usul, miniatur bangunan, macam-macam ukiran, macam-macam tradisi, dan ada juga binatang-binatang aneh yang diawetkan. Kebetulan gerimis turun dan kami sekalian berteduh di musium. Sayang ada beberapa koleksi yang rusak terkena air bocoran atap. Ada cerita yang menarik tentang sejarah Bukittinggi dan hubungannya dengan perang Padri.
Menurut legenda, Minangkabau dulunya pernah hampir dijajah oleh Majapahit, tapi berhubung orang minang yang banyak akal mereka bernegosiasi untuk adu-kerbau. Majapahit membawa kerbau terbesar dan terkuat dari Jawa sementara orang minang mengajukan anak kerbau kecil yang masih menyusu tapi di tanduknya diberi buluh tajam yang akhirnya bisa melukai kerbau dari Jawa hingga mati kehabisan darah, begitulah legenda turun-temurun arti Minangkabau, kerbau yang menang.
Hujan tak juga reda, padahal perut sudah lapar, maka kami nekad untuk pulang. Sebelumnya kami bertanya di mana letak Benteng Fort De Kock yang terkenal itu, kok kami nggak melihat ada benteng. Kami cuma melihat ada tandon air dari beton yang besar, dan ternyata itulah Benteng Fort De Kock, yang memang sejak beberapa puluh tahun yang lalu dijadikan tandon air, jadi pengunjung tak boleh lagi naik hingga ke atas benteng. Memang dari lokasinya bisa tampak sekeliling Kota Bukittinggi. Di sekeliling Benteng tersebut terdapat meriam kuno sebagai pertahanan. De Kock diambil dari nama Jenderal Belanda penakluk Diponegoro, ada yang menarik dari kisah ini.
Benteng Fort de Kock didirikan tahun 1826 untuk menangkal serangan orang Minangkabau terutama setelah perang Padri (1821-1827).
Ngarai Sianok adalah sebuah lembah curam (jurang) yang terletak di jantung kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Lembah ini memanjang dan berkelok dari selatan ngarai Koto Gadang sampai di Ngarai Sianok Enam Suku, dan berakhir sampai Palupuh. Ngarai Sianok memiliki pemandangan yang indah dan menjadi salah satu objek wisata utama provinsi.
Jurang ini dalamnya sekitar 100 m membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m dan merupakan bagian dari patahan yang memsiahkan Pulau Sumatra menjadi dua bagian memanjang (Patahan Semangko). Patahan ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuk lembah yang hijau - hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal) - yang dialiri Sungai Sianok yang airnya jernih. Di zaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai kerbau sanget, karena banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai.
Sungai Sianok kini bisa diarungi dengan menggunakan kano dan kayak yg disaranai oleh suatu organisasi olahraga air "Qurays". Rute yang ditempuh adalah dari Desa Lambah sampai Desa Sitingkai Batang Palupuh selama kira-kira 3,5 jam. Di tepiannya masih banyak dijumpai tumbuhan langka seperti rafflesia dan tumbuhan obat-obatan. Fauna yang dijumpai misalnya monyet ekor panjang, siamang, simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, serta tapir.
Ngarai Sianok à BukittinggiLokasi Goa Jepang dari Ngarai Sianok dibagian atas dan tembus ke Ngarai bagian bawah. Goa ini sebagaimana namanya, dibangun oleh Tentara Jepang sebagai benteng perlindungan sekaligus tempat pelarian mereka. Goa ini dibangun oleh tetesan keringat dan darah rakyat Sumatera Barat, yang setelah goa terbangun mereka semua dibunuh agar kerahasiaan goa ini terjamin. Benteng goa ini terdiri dari lorong panjang berliku-liku, ada ruangan rapat, ruangan tidur, ruangan tahanan dan dapur. Memang sekarang ini hanya ruangang-ruangan kosong tanpa ada isinya, kita tahu kegunaan ruangan tersebut juga dari cerita penjaganya. Goa Jepang ini masih terus diexplorer, karena disinyalir goa ini masih lebih luas dibanding dengan apa yang telah ditemukan sekarang.
Ngarai Sianok dan Pak Tua mengambil wudhu'
Persawahan di dasar ngarai sianok dan Tangga turun/naik ke Goa Jepang
Dasar ngarai dilihat dari goa Jepang
Cerita lebih lengkap mengenai perjalanan kita ke Bukittinggi :
Perjalanan_ke_Bukittinggi_:_Party_Cruise
Bukittinggi_Part_1_:_Warna-warni_di_taman_nenek
Bukittinggi_Part_2_:_Warna-warni_di_persawahan
Bukittinggi_Part_4_:_Sunset_di_pantai_Padang
Bukittinggi_Part_5_:_Oh_Danau_Maninjau
Bukittinggi_Part_6_:_Jam_Gadang_yang_sudah_tidak_gadang
Ngarai Sianok |
Ngarai Sianok | |
The east part of Ngarai Sianok | The west part of Ngarai Sianok |
Ngarai Sianok is one of the most popular sight in West Sumatra. It posseses a beauty not easily matched anywhere. My home-village, Koto Gadang, is located at the top of the ngarai. From there, you can walk cross the ngarai and end up in one of beautiful city in Indonesia: Bukit Tinggi. | |
Inside the ngarai |
DANAU MANINJAU
Orang2 Minang mempercayai legenda di balik terbentuknya danau, yaitu “Bujang Sembilan”. Konon menurut sebuah sumber, salah satu dari 9 bujang tsb menceburkan diri ke dalam kawah dan meninggal. kemudian kawah ini membesar dan menjadi danau. Sumber yang sama juga menyebutkan, banyak tokoh yang terlahir di desa Maninjau antara lain Buya Hamka dan Rangkayo Rasuna Said (1910-1965). Mendengar namanya , kita pasti inget nama jalan di kuningan. Ternyata, kedua nama tersebut memang mengarah kepada orang yang sama. HR sendiri sebenarnya kepanjangan dari Hajjah Rangkayo. Halah, seumur2 gw baru tau, kalau pahlawan yang satu ini adalah perempuan!
GOA NGALAU INDAH
Sebetulnya gw ga gitu suka masuk2 ke goa. berasa agak sesak dan tidak nyaman. tp kali ini gw penasaran. akhirnya gw nekat masuk, dan di dalamnya lumayan seru. banyak batu2 besar yang kadang bs kita panjati. banyak stalagtit dan slalagmit yang berwarna putih seperti kristal kalau disinari (ato terkena lampu blits). goa yang berlokasi di nagari sungai kunyit, 26 km dari Padang Aro atau berada di antara bukittinggi dan payakumbuh ini konon dihubi ribuan kelelawar (gw sendiri udh lupa ada kelelawanya ato engga).
ISTANA PAGARUYUNG
Sekilas dilihat bangunannya emang mirip replika yang ada di taman mini. dan kemiripan itu bikin gw sebel, udh jau2 sampe padang, foto di depan istana, eh temen gw malah komen “foto di taman mini ya..”. sebetulnya bangunan yang padang banget itu, menurut wiki dulunya merupakan istana kesultanan Islam tahun 1600-an dengan nama yang diambil dari ibukota provinsi yaitu nagari Pagaruyung.
Kerajaan didirikan oleh Adityawarman pada tahun 1347 dan runtuh saat terjadinya Perang Padri (1821-1837) yang dipimpin oleh Imam Bonjol (akibat pecah konflik kaum Padri dengan kaum adat bangsawan). Adityawarman sendiri sebenarnya adalah putra panglima perang Kerajaan Sriwijaya bernama Mahesa Anabrang dan pernah bersama Gajah Mada menaklukkan Bali dan Palembang. Semula Adityawarman adalah raja bawahan dari Majapahit yang berusaha melepaskan diri dari Majapahit. Konon utusan Majapahit kemudian mengirim pasukan penumpas Adityawarman. Keturunan Adityawarman sepertinya bukan raja2 yang mampu bertahan karena pemerintahan kemudian diganti oleh orang2 Minangkabau asli dan daerah2 dibawahnya seperti Siak dan Indragiri pun sempat ditaklukan oleh Kesultanan Malaka dan Aceh sebelum kemudian menjadi negara2 yang merdeka.
Sejak adanya ekspedisi Pamalayu oleh Kertanegara pada masa pemerintahan Adityawarman, pengaruh Hindu berkembang di Pagaruyung. Namun sejak masuknya para musafir dari Aceh dan Malaka abad 16, agama Islam tersebar di Pagaruyung. Kerajaanpun berubah menjadi kesultanan Islam dengan raja pertamanya bernama Sultan Alif dan raja terakhirnya bernama Sultan Alam Bagagarsyah.
Namun sangat disayangkan, tanggal 27 Feb 07 lalu istana ini terbakar setelah puncak atapnya tersambar petir. bangunan beratap ijuk dan dinding yang terbuat dari kulit ruyung atau buluh betung itupun memudahkan api melalap bangunan dan sulit dipadamkan. Foto2 istana dulu gw ambil tahun 2004, saat terbakar fotonya menjadi seperti ini. Eh, ternyata ya, yg barusan terbakar itu sebetulnya cuma replika. Menurut sebuah sumber, istana aslinya dulu sudah musnah terbakar. Replika ini dibangun tahun 1976 diatas tanah keturunan keluarga kerajaan Pagaruyung.
Meninjau Danau Maninjau
Desa Maninjau terletak di samping danau. Buya HAMKA, salah satu sastrawan terkenal di Indonesia, dilahirkan di sini. HAMKA menulis buku yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk yang fenomenal itu. Figur terkenal lainnya yang dilahirkan di sini adalah Rangkayo Rasuna Said, salah satu pahlawan nasional di Indonesianya. Nama perempuan ini diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta.
Maninjau Lake. Source from loola.net
Tempat Menginap
Berbagai penginapan atau hotel di wilayah Bukittinggi. Anda juga dapat menginap di resor Danau Maninjau.
Berkeliling
Tempat Bersantap
Buah Tangan
Lake Of Maninjau. Source from travelblog.org
Tips
Danau Maninjau Travel Guide
Danau Maninjau Map
• 45 Danau Maninjau Photos
• 0 Danau Maninjau Videos
• 36 Danau Maninjau Tips
Kami makan siang di restaurant yang terletak di pinggir danau. Restaurant ini menempelkan gambar-gambar Bung Karno di dinding dan puisi bung Karno yang mengagumi Danau Maninjau. Ada juga fotonya orang-orang terkenal kayak Rae Sita dan Moerdiono.
Hari ini bangun pagi hari, rencana mau liat sun rise. Pemandangan kota Bukittinggi dengan latar belakang sun rise dengan Gunung Merapi dan Gunung Singgalang sepertinya patut untuk dikejar.
Jam 06.00 kita sudah berdiri di depan hotel menunggu dijemput supir kita. Dari Lima orang hanya tiga orang yang rela bangun pagi untuk melihat sun rise, sisanya memilih tidur. Kita menuju ke Gedung Walikota Bukittinggi yang baru, gedung ini terletak sekitar 5 menit ke arah Utara dari Kota. Dari pelataran gedung ini kita bisa melihat kota Bukittinggi, deretan Bukit Barisan serta Gunung Merapi dan Gunung Singgalang dengan awan-awan yang menyelimuti kaki gunung. Sayang kurang lengkap dengan tidak keluarnya matahari pagi ini, ditemani oleh orang-orang yang sedang berolah raga di Gedung Walikota kami meninggalkan tempat itu jam 07.00.
Kota Bukittinggi dari Kantor Walikota yang baru
Karena kami tidak ketemu dengan penjual ketupat sayur pakis maka kami sarapan di hotel saja. Setelah selesai sarapan dan belanja oleh-oleh di Pasar Atas jam 09.30 kami menuju ke Danau Maninjau. Sekali lagi saya dibuat terpukau dengan pemandangan alam yang terbentang di sekitar kita. Sawah dengan padi menguning, bukit-bukit menghijau dan rumah-rumah gadang sepanjang jalan. Jam 10.45 kami tiba di Puncak Lawang dari sini kita bisa melihat Danau Maninjau dari ketinggian. Sekali lagi ini pemandangan yang…. Wuahhhh seperti cerita-cerita peri, danau dengan petak-petak sawah ditepinya dipagari oleh deretan gunung-gunung dan awan-awan yang mengambang di atas danau. Pemandangan yang sungguh memukau.
Sambil menghabiskan pisang panggang tabur kelapa parut campur gula jawa (saya nggak tahu nama panganan ini nih, ada yang tahu gak ?) kita menikmati pemandangan dari menara pengawas.
Danau Maninjau dari Puncak Lawang
Jam 11.35 kita mulai turun ke Danau Maninjau tentu saja melewati kelok 44 yang terkenal itu. Banyak kita temui monyet-monyet yang menunggu untuk diberi makanan di pinggir jalan.
Jam 12.00 pas jam makan siang kami sampai di Danau Maninjau, tentu saja kita segera mencari tempat makan. Kok agak susah ya mencari Warung Nasi Padang di sini, akhirnya berdasar referensi dari Lonely Planet Guide Book kita menuju ke Warung Bagus yang ternyata pada akhirnya kita namai Warung Unbagus. Kekesalan kita pertama adalah pesanan nasi rendang kita setelah menunggu 30 menit baru diberi tahu kalau rendangnya tidak ada. Kemudian ditawarkan untuk diganti dengan ikan bakar, kita setuju saja karena udah laper. Ternyata hampir satu jam kemudian yang datang bukan ikan bakar tapi ikan bumbu rendang . Enak sih…tapi lamanya itu lho. Mendingan nyari warung Padang yang langsung disajikan dan bisa langsung makan nggak perlu buang-buang waktu nunggu dimasakin.
Danau Maninjau kita lihat dari Hotel Maninjau Indah, hanya sekitar 10 menit kita berada di hotel itu untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Payakumbuh. Sayang kita nggak punya waktu untuk explore Danau Maninjau. Jam 14.10 kita melanjutkan perjalanan ke Payakumbuh.
Selanjutnya kami merencanakan kepergian hari ini, yaitu menuju Danau Maninjau, 38km dari Bukittinggi. Danau yg luasnya mencapai 650km persegi dan kedalaman mencapai 480m ini keindahannya terkenal dan ada ikan khas dari danau ini yang namanya ikan rinuak, mirip dengan ikan teri kalau di laut. Di sekitar daerah itu muncul dua nama terkenal, Pujangga Buya Hamka (ada musiumnya di samping danau), dan Rangkayo Rasuna Said. Untuk menuju Maninjau ada angkutan bus umum Bukittinggi – Lubuk Basung yang melewati pinggiran Danau Maninjau.
Pukul 11.30 kami mulai perjalanan, sepanjang perjalanan nampak sawah nan hijau dan bukit-bukit hijau berhutan heterogen. Pemandangan yang susah kami dapatkan di Pulau Jawa. Tak heran Sumatra Barat merupakan tujuan wisata kedua Sumatra setelah danau Toba di Sumatra Utara. Jalannya pun relatif bagus dan mulus, kecuali di beberapa tempat rusak, terutama di daerah lereng bukit. Memang semua jalan di Sumatra Barat dikategorikan rawan longsong. Di beberapa tempat memang ada bekas longsor yang sudah dibersihkan dan di antara kelok Ampek Puluah Ampek (44) bahkan ada yang ditutup terpal besar yang ditulis “jangan diambil, penahan longsor”. Agak-agak mengerikan juga sih melewati jalan yang berkelok-kelok dan rawan longsor.
Saat kami mencapai kelok 44 cuaca masih cerah berawan tebal, sedikit langit biru dan sinar matahari menerobos deretan awan. Paling atas adalah kelok 44, semakin ke bawah angkanya semakin kecil. Nah, di sekitar kelok 8 ketika banyak kera bermain di pinggir jalan, ban mobil kami mengenai batu pas di pinggir sebelah dalam.
Mungkin karena batunya yang tajam, sehingga membuat langsung menembus ban yang lumayan baru itu. Wah kami lumayan kuatir, karena memang tidak mengecek perlengkapan mobil sebelum berangkat. Ternyata memang betul, nggak ada kunci pembuka ban. Terpaksa kami berjalan pelan-pelan. Oiya, di pinggir-pinggir jalan, banyak juga pasangan yang menikmati indahnya Danau Maninjau di bawah pohon yang rindang. Nah kami sempat juga berusaha meminjam namun sayangnya tak bisa juga kami membuka ban di bawah mobil kijang. Akhirnya kami sampai di tepi danau maninjau, segera mencari bengkel terdekat dan mengganti ban. Sembari kami istirahat di warung depan bengkel yang untungnya menyediakan rinuak goreng seperti rempeyek.
Setelah itu kami mencari ban pengganti untuk keamanan kami sekaligus mengganti ban yang rusak. Kami berjalan ke arah Bayur, kota di pinggir Danau Maninjau, sempat mampir di Mesjid Raya Bayur yang didisain unik menarik. Sudah tiga toko ban yang kami tanyai dan nggak ada ban pengganti yang sesuai, maka kami naik kembali menyusuri kelok 44 menuju Puncak Lawang. Tentu dengan lebih berhati-hati. Di sebuah pertigaan kami sempat melihat arah “Paralayangâ€, memang di bukit sebelah Danau Maninjau menjadi surga olahraga paralayang dengan tempat take-off dari Puncak Lawang, tempat yang akan kami tuju.
Pk 16.00, sayang sampai di Puncak Lawang, tempat yang katanya berpemandangan ajaib karena bisa melihat keseluruhan Danau Maninjau bahkan Samudra Indonesia, tertutup kabut yang cukup tebal. Hujan rintik-rintik selama kami menunggu ternyata tak menghalau kabut tebal itu. Setelah berfoto-foto sejenak berlatar belakang Danau Maninjau (yang tertutup kabut hehe) kami segera pulang menuju basecamp di Bukittinggi. Perjalanan pulang kali ini lumayan lancar.
Di jalan, Hery nelpon ngajak makan, gayung bersambut. Sampai di Bukittinggi sudah malam, istirahat dan mandi, langsung lanjut ke Sate Mak Syukur di Padangpanjang menempuh perjalanan sekitar 1 jam, dan ah ternyata sudah tutup. Bahkan Sate yang di sebelah Mak Syukur juga sudah habis, memang waktu sudah menunjuk 20.30. Maka kami makan di restoran (Padang tentu) di jalan kembali menuju Bukittinggi. Minuman baru yang aku coba di sini, jus jagung, hmm ternyata enak juga, bener-bener jagung yang dijus mungkin ditambah gula sedikit. Mak Nyuss.. kalo katanya Pak Bondan.
Angin berhembus semilir di kabupaten Agam. Hawa sejuk pun menjamah tubuh dengan penuh kelembutan. Sementara itu keindahan alam makin terasa tatkala kemegahan gunung yang terhampar tegar di wilayah kabupaten yang beribukotakan Lubuk Basung ini, terhampar penuh pesona.
Sebagai daerah yang terletak pada posisi yang strategis dalam wilayah propinsi Sumatera Barat, banyak menyimpan berbagai potensi keindahan alam dan budaya, Natural and freshly, serta kegiatan seni dan budaya yang unik dan menarik merupakan salah satu yang dapat dibanggakan apalagi didukung oleh kultur masyarakat rang Agam yang ramah-ramah. Sebagai artian,
Nan Merah Sago
Nan Kuriak kundi
Nan Indah Baso
Nan Baik Budi
Keseluruhan obyek wisata dapat dijangkau dengan jaringan transportasi untuk kemudahan mencapai kunjungan, sehingga dalam perjalanan daerah tujuan wisata akan ditemui kondisi alamnya, (gunung, bukit, lembah, dataran dan danau serta pantai), di dukung pula oleh pemanfaatan lahannya yang dapat menciptakan begitu banyak panorama alam yang sangat indah dan sangat mudah ditemukan dan terlihat dari jalan raya utama yang dilewati.
No comments:
Post a Comment