Rindu juga saya akan keindahan kampung halamanku Gorontalo. Setelah kurang lebih 7 tahun (2000-2007) menginjakkan kaki di “Kota Daeng” atau Makassar. Gorontalo terkenal akan keramahan orang-orangnya, penduduknya yang mayoritas Muslim, makanannya yang serba pedas, apalagi ditambah dengan kecantikan panorama Danaunya yang indah. Pokoknya semuanya bisa bikin saya Rindu akan kampung halamanku.
Rumah Adat Gorontalo
Gorontalo adalah provinsi yang ke-32 di Indonesia. Sebelumnya, Gorontalo merupakan wilayah kabupaten di Sulawesi Utara. Seiring dengan munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi daerah, provinsi ini kemudian dibentuk berdasarkan undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000 tertanggal 22 Desember 2000.
Provinsi Gorontalo terletak di pulau Sulawesi bagian utara atau di bagian barat Sulawesi Utara. Luas wilayah provinsi ini 12.215 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 887.000 jiwa (2004).
Menurut sejarah, Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain Kota Makassar, Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo, Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.
Dengan letaknya yang stategis yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.
Keindahan Panorama Pantai Utara Gorontalo (tampak atas)
Asal usul nama Gorontalo terdapat berbagai pendapat dan penjelasan antara lain :
* “Hulontalangio”, nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi hulontalo.
* Berasal dari ” Hua Lolontalango” yang artinya orang-orang Gowa yang berjalan lalu lalang.
* Berasal dari ” Hulontalangi” yang artinya lebih mulia.
* Berasal dari “Hulua Lo Tola” yang artinya tempat berkembangnya ikan Gabus.
* Berasal dari ” Pongolatalo” atau “Puhulatalo” yang artinya tempat menunggu.
* Berasal dari Gunung Telu yang artinya tiga buah gunung.
* Berasal dari ” Hunto” suatu tempat yang senantiasa digenangi air
Jadi asal usul nama Gorontalo (arti katanya) tidak diketahui lagi, namun jelas kata “hulondalo” hingga sekarang masih hidup dalam ucapan orang Gorontalo dan orang Belanda karena kesulitan dalam mengucapkannya diucapkan dengan Horontalo dan bila ditulis menjadi Gorontalo.
Hari Kemerdekaan Gorontalo ” yaitu 23 Januari 1942 dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum nasionalis tetapi rakyat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.
Pilih Provinsi
Demografi | Ekonomi | Wisata | KBI
1. Masjid Baiturrahim
Masjid Baiturrahim merupakan masjid tertua yang berdiri di Gorontalo, didirikan pada tahun 1140 H atau 1726 M oleh Paduka Raja Botituhe (Kerajaan Gorontalo). Selanjutnya sesuai dengan perkembangan Pemerintahan dan masyarakat/umat Islam, mesjid yang pertama kali dibuat dari kayu semata-mata telah diperbaharui dengan memakai tiang-tiang yang telah diubah menjadi bangunan yang berpondasi dan berdinding batu pada tahun 1175 H atau 1761 Masehi oleh Raja Unonongo. Sekedar diketahui bahwa tebal dindingnya 0.80 m.
2. Budaya "Tumbilo Tohe" (Pasang Lampu)
Kegiatan Tradisional Gorontalo yang dilaksanakan tiap tahun dilaksanakan di bulan Ramadhan 5 hari menjelang Idul Fitri. Tradisi tersebut menurut sejarah dimaksudkan untuk memudahkan Umat Islam dalam memberikan Zakat Fitrahnya pada malam hari.
3. Pantai Indah Pohe
Obyek Wisata pantai yang terdapat sebuah batu berbentuk tapak kaki terletak di Pantai Lahilote Kelurahan Pohe Kecamatan Kota Selatan, kurang lebih 6 km dari pusat Kota Gorontalo. Botu berarti batu, Liyodu berarti tapak kaki, jadi Botu Liyodu adalah batu berbentuk tapak kaki. Konon menurut legenda, batu ini adalah tapak kaki dari seorang pemuda bernama Lahilote, karena kasmaran dengan seorang bidadari dari kayangan yang bernama Boyilode Hulawa, sampai nekad mencuri sayap berbentuk selendang dari sang putri, namun dalam perjalanan rumah tangganya Lahilote ditinggalkan sang putri kembali ke kayangan. Legenda lahilote ini sampai sekarang masih dituturkan oleh masyarakat sebagai cerita rakyat bagi generasi selanjutnya. Pantai lahilote tetap menjadi obyek wisata bagi masyarakat Daerah Gorontalo dan wisatawan dari manca negara.
4. Makam Wali Gorontalo
Makam keramat Ju Panggola terletak di Kecamatan Kota Barat, di Kelurahan Lekobalo, kurang lebih 7 KM dari Pusat Kota Gorontalo. Makam keramat ini terletak di atas bukit pada ketinggian 50 meter dari jalan raya. Dari atas bukit ini kita dapat melihat Danau Limboto yang luas, dengan airnya yang makin kritis, dari kedalaman 32 meter kini tinggal 5 s/d 7 meter. Ju Panggola adalah gelar, Ju berarti “ya”, Panggola berati Tua, jadi Ju Panggola artinya Ya Pak Tua. Dalam sejarah, nama dari Pak Tua tersebut adalah Ilato, yang artinya kilat, karena keramatnya Ilato, sering menghilang dan sering muncul jika negeri dalam keadaan gawat. Pak Tua atau “Ju Panggola” gelar ini muncul dari masyarakat, karena setiap beliau tampil, dengan profil Kakek Tua dengan jubah putihnya, serta jenggot yang melewati lutut, berwarna putih. Dikatakan “AWULIYA” karena beliau adalah penyebar agama Islam sejak tahun 1400, sebelum para Wali Songo berada di Pulau Jawa.
5. Monumen H.Nani Wartabone
H. Nani Wartabone adalah putera asli Daerah Gorontalo, yang telah banyak mengabdikan diri sebagai pejuang bangsa dan negara, dalam gerakan patriotisme dalam melawan penjajah. Gerakan patriotisme Rakyat Gorontalo dibawah pimpinan Nani Wartabone, merupakan suatu gerakan yang panjang waktunya melalui kurun waktu dan berbagai macam siasat dan strategi perjuangan, baik yang bersifat legal maupun ilegal. Seluruh perjuangan rakyat Gorontalo yang bersifat patriotik itu akhirnya mencapai klimasnya pada tanggal 23 Januari 1942, suatu peristiwa heroik yang berhasil menggulingkan Pemerintah Kolonial Belanda, dan berhasil mendirinkan Pemerintahan yang merdeka. Jiwa patriotisme yang tumbuh dan terpelihara sejak abad ke XVII, berpuncak pada patriotisme 23 Januari 1942, merupakan batu-batu kerikil yang dipersembahkan rakyat Gorontalo dalam batas-batas kemampuannya dalam pembangunan raksasa Republik Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945. Jiwa patriotik tersebut muncul dan tumbuh terus dimasa kekuasaan Jepang, bahkan dibina dan diwariskan kepada Generasi yang sedang mengisi kemerdekaan ini.
Air Panas
Wisatawan dapat pula mengunjungi pemandian air panas. Ada dua tempat pemandian air panas yang terkenal yakni di Limbongo dan Pentadio. Pemandian air panas Pentadio yang mengandung belerang ini terletak sekitar 10 km dari pusat kota. Keunikan utama dari pemandian ini ialah kita dapat merebus telur hingga matang di dalam mata airnya. Mata air panas ini juga diyakini memiliki khasiat menyembuhkan berbagai jenis penyakit kulit.
Di sini juga dapat dinikmati mandi uap atau sauna yang tersedia dalam bilik-bilik dan dikemas secara modern bertaraf internasional. Tetapi ada juga mandi uap langsung dari sumber panas dengan tingkat kepanasan hingga 40 derajat Celcius. Dari pemandian Pentadio juga bisa menikmati pemandangan danau Limboto. Sedangkan pemandian air panas Lombongo yang terletak sekitar 20 km dari pusat kota mempunyai keunikan dengan adanya dua mata air yakni air panas dan mata air dingin. Mata air panasnya mengandung belerang yang khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit kulit.
Gorontalo juga tidak bisa dilepaskan dengan Danau Limboto. Pintu masuk danau ini adalah Desa Iluta yang berjarak 10 km dari pusat kota. Keunikan dari danau ini di antaranya adalah terdapat bermacam-macam jenis ikan air tawar yang tidak terdapat di daerah lain. Danau ini juga pernah dijadikan tempat mendaratnya pesawat amphibi Catelina yang ditumpangi Presiden Pertama RI Bung Karno. Jejak pendaratannya dijadikan sebagai salah stau objek wisata yang terpelihara dengan baik.
Di danau ini sering diadakan Lomba Perahu Dayung Tradisional. Sayang, kondisi Danau Limboto makin menyusut akibat pendangkalan. Warga banyak yang menjadikan danau ini lahan pertanian dengan menanam padi maupun jagung.
Wisatawan yang mendatangi Gorontalo, perlu juga mengunjungi air terjun Ayuhulalo yang artinya kayu bulan di Kecamatan Tilamuda, sekitar 5 km dari pusat Pemerintahan Kabupaten Boalemo. Lokasinya memberikan suasana yang sejuk bagi setiap pengunjung dengan pohon-pohon rindang di sekelilingnya. Air terjun ini airnya tidak pernah kering sekalipun di musim kemarau.
Bagi anda wisata petualang tentunya jangan sampai melewatkan perkampungan Suku Bajo. Suku yang hidup berkelompok dengan adat dan kebiasaan sendiri itu memiliki keunikan yakni bertempat tinggal di atas air, identik dengan cara hidup dan mata pencaharian mereka sebagai nelayan.
Suku Bajo yang ada di Kabupaten Boalemo saat ini terdapat di Desa Baji Kecamatan Tilamuda dan Desa Torosiaje Kecamatan Papayato. Dalam perkembangannya, suku Bajo terbagi menjadi dua kelompok yang tetap mempertahankan tradisi nenek moyang mereka. Mereka bertempat tinggal di atas perahu dan kelompok bertempat tinggal di atas air dan mereka telah membangun rumah-rumah panggung yang sederhana untuk ditempati.
Kelompok Bajo yang hiudp di atas perahu dikenal dengan sebutan "Bangau". Walaupun mereka berpindah dari satu pulau ke pulau lainnya, pada akhirnya mereka tetap kembali ke Pulau Toro Pantai. Pulau-pulau yang mereka tempati antara lain Pulau Bonde Siaje, Pulau Pajoge Daa dan Pulau Tangkoba, berada sekitar perairan Lemito Kecamatan Popayato.
Pemandangan bawah laut di sekitar pulau-pulau itu sangat menarik karena kondisi alam pulau-pulau itu yang masih utuh. Perairan di sekitar pulau-pulau tersebut sangat jernih, memberikan kesan yang sangat menarik untuk menikmati pemandangan di bawah laut. Pada beberapa bagian tertentu dari kawasan ini dijadikan tempat pembudidayaan mutiara dan rumput laut oleh masyarakat setempat.
Tak hanya keindahan alam, terutama lautnya yang ditawarkan. Gorontalo juga memiliki berbagai adat tradisi yang sangat menarik. Antara klain Tumbilo Tohe yakni tradisi memasang lampu yang dilaksanakan setiap bulan puasa tepatnya tanggal 27 Ramadhan selama tiga malam berturut-turut menjelang Lebaran Idul Fitri.
Pada saat ini, Tumbilo Tohe telah jadi suatu kegiatan budaya yang dikembangkan terus menerus. Sehingga dalam penataannya semakin indah dan menarik tetapi tetap berpegang pada nilai-nilai dan nuansa Islam. Karena sikap dinamis dan antusias masyarakat untuk memeriahkan setiap malam Tumbilo Tohe, maka saat ini sering diadakan lomba Tumbilo Tohe di wilayah-wilayah tertentu.
foto: dari berbagai sumber Dewi Gustiana Suara Pembaruan
Bentor
Tumbilo Tohe
Selengkapnya...